Sabtu, 09 September 2017
Implementasi Kebijakan Publik
BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Dye (dalam Leo, 2012:6) mengungkapakan bahwa kebijakan
public merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu, sedangkan menurut James Anderson (dalam Leo, 2012:6) kebijakan public
adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang
diikuti atau dilaksanakan oleh seseorang actor atau sekelompok actor yang
berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatika.
Sedangkan
Richard Rose (dalam Leo, 2012:6) mendefiniskan kebijakan public sebagai serangkaian
tindakan yang diusulkan oleh seseorang,kelompok,atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan dan kemungkinan-kemungkinan
dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk
mencapai tujuan yang dimaksud.
Dengan
kata lain dari semua pandangan diatas mengenai kebijakan public, disimpulkan
kebijakan public adalah tindakan yang dilakukan oleh actor-aktor kebijakan
untuk mengatasi suatu masalah, kebijakan tersebut memandu tindakan pejabat
pemerintah.
Kebijakan
public sangat penting untuk diterapkan karena menyangkut penyelesaian masalah
public, dan bisa saja menjadi awal dari terciptanya keteraturan, keamanan, dan
kesejahteraan bagi masyarakat secara menyeluruh. Begitupun dengan proses atau
tahapan dalam kebijakan public, yakni terdiri dari penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan
semuanya bagian yang penting hingga menghasilkan output kebijakan yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Dari
semua tahapan kebijakan yang ada, yang sangat penting untuk dilaksankan adalah
implementasi kebijakan karena tanpa adanya implementasi kebijakan, suatu kebijakan
hanyalah arsip yang tersusun rapi tanpa dilaksanakan oleh implementor sehingga
tidak terasa manfaatnya bagi masyarakat. Karena begitu pentingnya implementasi
ini maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui apa saja yang ada pada
implementasi dari definisi hingga factor-faktor yang mempengaruhi implementasi.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa saja
pengertian dari implementasi ?
2. Apa saja unsur-unsur implementasi ?
3. Apa saja model-model implementasi ?
4. Apa saja tahapan implementasi kebijakan ?
5. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan ?
1.3
Tujuan
1. Pembaca dapat
mengetahui definisi dari implementasi
2.
Pembaca dapat mengetahui unsur-unsur
implementasi
3. Pembaca dapat mengetahui model-model
implementasi
4. Pembaca dapat mengetahui tahapan implementasi
5. Pembaca dapat mengetahui factor-faktor yang
memepengaruhi implementasi
1.4 Manfaat
1. Sebagai
mahasiswa dengan makalah ini bisa menambah refrensi bacaan ataupun lainnya
untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
2. Kita semua dapat mengetahui beberapa hal
mengenai implementasi sehingga bisa melihat disekitar kita dengan teori ini
sebagai pisau bedah masalah tersebut
BAB II
Pembahasan
2.1
Implementasi Kebijakan Publik
2.1.1 Pengertian Implementasi
Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam
(Leo, 2012:139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai “pelaksanaan
keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting
atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan
masalah yang ingin di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang
ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses
implementasinya.”
Van Meter dan Van Horn dalam (Leo, 2012:139)
implementasi kebijakan sebagai “tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam keputusan kebijaksanaan.”
Bernadine R Wijaya dan Susilo Supardo (dalam
Pasolong, 2007:57) mengatakan bahwa implementasi adalah proses
mentransformasikan suatu rencana ke dalam praktek.
Hinggis
(dalam Pasolong, 2007:57) mendefinisikan implementasi sebagai rangkuman dari
berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya
lain untuk mencapai sasaran strategis.
Ripley
dan Franklin (dalam Winarno, 2007:145) menyatakan implementasi adalah apa yang
terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,
kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis keluaran yang nyata
Dapat
disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana
pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada
akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuana atau sasaran
kebijakan itu sendiri.
Menurut
Grindle (dalam Leo, 2012:139) “pengukuran keberhasilan implementasi dapat
dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai
dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual
project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.”, selanjutnya
implementasi sangat penting sesuai dengan yang dikatakan oleh Chief J.O Udoji
(dalam Leo, 2012:140) “pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan
mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan
hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam
arsip kalau tidak diimplementasikan.”
2.1.2 Unsur-Unsur Implementasi
Menurut Smith (dalam Abdullah, 1988:11)
menyatakan ada beberapa unsur implementasi yang mutlak harus ada adalah :
-Unsur Pelaksana : yakni unit administrasi
atau unit-unit birokrasi, sehingga birokrasi pemerintahan yang memiliki
tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan public.
-Program : kebijakan yang masih berupa
pernyataan-pernyataan agar dapat diimplementasikan maka harus dijabarkan ke
dalam program operasional yang secara rinci dijelaskan metode dan lain-lain,
menurut Siagian (dalam Mariana, 2005:32) ciri-ciri program yakni sasaran,
jangka waktu, besarnya biaya, jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan, tenaga
kerja yang dibutuhkan. Menurut Grindel (dalam Mariana, 2005:32) program
tersebut harus menggambarkan kepentingan yang terpengaruhi, jenis manfaat yang
akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, status pembuat keputusan,
siapa pelaksana program, sumberdaya yang digunakan.
-Target Group : yaitu kelompok atau
organisasi yang akan menerima barang dan jasa atau yang dipengaruhi perilakunya
oleh kebijakan.
2.1.3 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Sugandi dalam bukunya Admnistrasi
Publik (Konsep dan Perkembangan Ilmu di Indonesia) ia menyatakan ada beberapa
model implementasi yakni :
-Implementasi System Rasional (top-down) :
menurut Parsons (dalam Sugandi, 2011:91) berisi gagasan bahwa implementasi
adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol
urutan tahapan dalam sebuah system, menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam
Ratmono, 2008:3) berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses
pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar.
-Implementasi Bottom-Up : menurut Parsons
(dalam Sugandi, 2011:91) model ini adalah model yang memandang proses sebagai
sebuah negosiasi dan pembentukan consensus, menekankan pada fakta implementasi
di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.
2.1.4 Tahapan Implmentasi Kebijakan
Menurut
Jones (dalam Widodo, 2007:89) menyatakan ada 3 aktivitas implementasi kebijakan
antara lain :
-Tahap
Interpretasi : tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak
ke dalam kebijakan yang bersifat teknis operasional, dari kebijakan umum yang
dalam bentuk perda, ke dalam kebijakan manajerial keputusan-keputusan kepala
daerah, dan ke dalam kebijakan teknis operasional seperti kebijakan kepala
dinas, selain menjabarkan interpretasi juga mengomunikasikan kebijakan.
-Tahap
Pengorganisasian : mengarah pada proses penetapan siapa yang melaksanakan
(badan di lingkungan pemerintah, sector swasta, lembaga swadaya masyarakat,
komponen masyarakat), penetapan anggaran, penetapan sarana prasarana, tata
kerja (SOP pedoman atau petunjuk untuk para pelaku kebijakan), dan manajemen
pelaksanaan kebijakan (pola kepemimpinan dan koordinasi dalam melaksanakan
kebijakan).
-
Tahap Aplikasi : tahap penerapan rencana proses implementasi kebijakan ke dalam
realita nyata
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
-Model
Van Meter dan Van Horn : Model ini merupakan pendekatan top down, model ini
mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan
politik yang tersedia, pelaksana dan kinerja kebijakan public. Menurut Meter
dan Horn (dalam Subarsono, 2005:99) 6 variabel yang mempengaruhi kebijakan
public.
·
Standar
dan sasaran kebijakan : Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur
sehingga dapat direalisir, dan tidak terjadi multiinterpretasi dan mudah
menimbulkan konflik di antar agen implementasi.
·
Sumberdaya
: Implementasi kebijakan perlu didukung suberdaya baik manusia maupun
sumberdaya non manusia, diperlukan sumberdaya yang berkualiatas sehingga
kinerja kebijakan public akan berjalan dengan lancer, selain itu sumberdaya
finansial serta sumberdaya waktu juga harus
diperhitungkan.
·
Hubungan
antar organisasi : Implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain yang terlibat, apabila koordinasi dilakukan dengan baik
maka asumsi kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi.
·
Karakteristik
agen pelaksana : Yakni struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan
yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu perlu diperhitungkan dengan
tujuan kebijakan karena akan agen pelaksana akan mempengaruhi pelaksanaan
program tersebut.
·
Kondisi
social, politik, dan ekonomi : Sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok kepentingan
memberikan dukungan, bagaimana sifat opini public yang ada di lingkungan, dan
apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
·
Disposisi
implementor : Mencakup respon imlementor terhadap kebijakan; kognisi yakni
pemahamannya terhadap kebijakan; intensitas disposisi implementor yakni
preferensi yang nilainya dimiliki oleh implementor.
-Model Shabbir Chemma dan Rondinelli : Ada 4
faktor menurut mereka (dalam Subarsono, 2005:115) yang akan mempengaruhi
kinerja dan dampak suatu program yakni :
·
Kondisi
lingkungan : Berisi tentang tipe system politik; struktur pembuat kebijakan;
karakteristik struktur politik local; kendala sumberdaya; sosio kultural;
derajat keterlibatan para penerima program; tersedianya infrastruktur fisik
yang cukup.
·
Hubungan
antar organisasi : Kejelasan dan konsistensi sasaran program; pembagian fungsi
antar instansi yang pantas; standarisasi prosedur perencanaan, anggaran,
implementasi, evaluasi; ketetapan, konsisitensi, kualitas komunikasi
antarinstansi; efektivitas jejaring untuk mendukung program.
·
Sumberdaya
organisasi untuk implementasi program : Kontrol terhadap sumber dana;
keseimbangan antara pembagian anggaran dan kegiatan program; ketepatan alokasi
anggaran; pendapatan yang cukup untuk pengeluaran; dukungan pemimpin politik
pusat; dukungan pemimpin politik local; komitmen birokrasi.
·
Karakteristik
dan kemampuan agen pelaksana : Keterampilan teknis, manajerial, dan politis
petugas; kemampuan untuk mengkoordinasi, mengontrol, dan mengintegrasikan
keputusan; dukungan dan sumberdaya politik instansi; sifat komunikasi internal;
hubungan yang baik antara instansi dengan kelompok sasaran; hubungan yang baik
antara instansi dengan pihak diluar pemerintahan dan NGO; kualitas pemimpin
instansi yang bersangkutan; komitmen petugas terhadap program; kedudukan
instansi dalam hirarki system administrasi.
-Model Weimer dan Vining : Ada 3 faktor yang
mempengaruhi kebijakan menurut Weimer dan Vining (dalam Subarsono, 2005:130)
yakni :
·
Logika
kebijakan : Dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan
mendapat dukungan teoritis, logika suatu kebijakan seperti halnya hubungan
logis dari suatu hipotesis.
·
Lingkungan
tempat kebijakan dioperasikan : Yang dimaksud lingkungan ini meliputi
lingkungan social, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau geografis, karena
kondisi lingkungan suatu kebijakan dapat berhasil di daerah tertentu tetapi
gagal diimplementasikan di daerah lain.
·
Kemampuan
implementor : Kemampuan implementor yakni tingkat keberhasilan suatu kebijakan
tergantung pada tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor
kebijakan.
-Model George C. Edward III : Menurut Edward
(dalam Subarsono, 2005:135) terdapat 4 variabel yang mempengaruhi implementasi
kebijakan yakni :
·
Komunikasi
: Implementor harus mengetahui apa yang harus dilakukan, sehingga apa yang
menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditranmisikan kepada kelompok
sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
·
Sumberdaya
: Apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan implementasi
tidak akan berjalan efektif, sumberdaya tersebut dapat berupa kompetensi
implementor, dan sumberdaya finansial.
·
Disposisi
: Disposisi adalah watak yang dimiliki
oleh implementor, apabila implementor memiliki disposisi yang baik maka dia
akan dapat menjalankan kebijakan yang baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan.
·
Struktur
birokrasi : Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks, struktur yang penting yakni adanya prosedur operasi yang standar
untuk dijadikan pedoman.
-Model Grindle : Menurut Grinde (dalam
Subarsono, 2005:143) dipengaruhi dua variable besar yakni :
·
Isi
Kebijakan : Berisi tentang sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat
dalam isi kebijakan; jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran; sejauh
mana perubahan perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; apakah letak
sebuah program sudah tepat; apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan
implementornya dengan rinci; apakah sebuah program di dukung oleh sumberdaya
yang memadai.
·
Lingkungan
implementasi : Berisi tentang seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan
strategi yang dimiliki oleh para actor yang terlibat dalam implementasi
kebijakan; karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; tingkat
kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
-Model Mazmanian dan Sabatier : Yang
mempengaruhi implementasi kebijakan menurut mereka (dalam Subarsono, 2005:156)
yakni :
·
Karakteristik
dari masalah : Yakni kesukaran-kesukaran teknis (kemampuan untuk mengembangkan
indicator pengukur prestasi kerja); keberagaman perilaku yang diatur (semakin
banyak perilaku yang diatur semakin banyak pelayanan yang diberikan);
persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran; tingkat
ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki.
·
Karakteristik
kebijakan : Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan
dicapai; keterandalan teori kausalitas yang diperlukan; ketetapan alokasi
sumberdana; keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara
lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana; aturan-aturan pembuat
keputusan dari badan-badan pelaksana; kesepakatan para pejabat terhadap tujuan
yang termaktub dalam undang-undang; akses formal pihak-pihak luar.
·
Variabel
lingkungan : Kondisi social, ekonomi, dan kemajuan teknologi masyarakat;
dukungan public terhadap sebuah kebijakan; sikap dari kelompom pemilih; tingkat
komitmen dan keterampilan.
-Model Smith : Menurut Smith (dalam Islamy,
2001:92) variable yang mempengaruhi implementasi yakni :
·
Idealized
policy : Pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan
mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya.
·
Target
groups : Yaitu bagian dari stake holder yang diharapkan dapat mengadopsi
pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan perumus kebijakan.
·
Implementing
organization : Badan-badan pelaksana yang bertanggungjawab dalam implementasi
kebijakan.
·
Environmental
factors : Unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi
kebijakan seperti budaya, social, ekonomi, dan politik.
BAB
III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan diatasi dapat diketahui bahwa definisi dari implementasi kebijakan
public adalah suatu proses yang
dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan,
sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuana
atau sasaran kebijakan itu sendiri.
Implementasi memiliki memiliki
unsur-unsur yakni unsur pelaksana, program dan target group, implementasi juga
memiliki model implementasi yang terdiri dari top down dan bottom up, serta
tahapan implementasi yang terdiri dari interpretasi, pengorganisasian dan
aplikasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi terdiri dari model Edward III, model Van Meter dan Van Horn, model
Mazmanian dan Sabatier, model Grindle, model Smith, model Weimer dan Vining, serta
model Shabbir Chemma dan Rondinelli.
3.2 Saran
Diharapkan
dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengetahui definisi, unsur, model,
serta tahapan implementasi. Setelah mengetahui beberapa hal tersebut nantinya
bisa mengawasi proses implementasi yang dilaksanakan oleh
implementor-implementor yang ada, khususnya para birokrat, serta nantinya dapat
berpartisipasi aktif dalam kegiatan implementasi kebijakan.
Daftar Pustaka
Wahab,
Abdul. 2005. Analisis Kebijakan.
Jakarta: Bumi Aksara
Agustino,
Leo. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.
Bandung: Alfabeta
Widodo, Joko. 2010. Konsep dan Aplikasi Analisis Kebijakan Publik. Surabaya: Bayu Media
Publiishing
Dunn, Willian. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Nogi, Hosel. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset
Irawan, Hengki. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses.
Yogyakarta: Media Pressindo
Paskarina, Caroline. 2008. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung:
Asiasi Politik Indonesia
Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik: Untuk Pemimpin Berwawasan Internasional.
Yogyakarta: Balairung & co
Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung:
Alfabeta
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik : Teori dan Aplikasi
Good Governance. Bandung: Refika Aditama
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Perbandingan Administrasi Publik.
Yogyakarta: Gava Media
Senin, 11 April 2016
Review Jurnal Internasional
Review
“Non-Governmental
Organization as Agents of Modernization: A Romanian Perpective”
(Organisasi
Non-Pemerintahan sebagai Agen Modernisasi: Perpektif Rumania)
1. Retelling
Jurnal
yang direview adalah jurnal Non-Governmental Organizations as Agents of
Modernization: A Romanian Perspective (Organisasi Non-Pemerintahan Sebagai Agen
Modernisasi: Perspektif Rumania) yang ditulis oleh Ani l. Matei seorang Dosen
sekolah nasional Ilmu Sosial dan Administrasi Publik di Jalan Povernei. Jurnal
yang berjudul Non-Governmental Organizations as Agents of Modernization: A
Romanian Perspective ini diterbitkan di Rumania pada tahun 2012 dengan volume
ke 81, rentang halaman142-146. No 6-8, Bucharest 10643, Romania.
Penulis
pada jurnal ini menyampaikan bahwa program-program atau kebijakan ekonomi yang
dilaksanakan oleh pemerintah Rumania haruslah disertai dengan reformasi yang
mengarah ke modernisasi, kesulitan yang terjadi pada ekonomi Rumania menunjukan
batasan kemampuan negara dalam memimpin dan menjamin pembangunan nasional dan
ekonomi menarik minat organisai non pemerintahan (LSM) untuk berperan penting
di dalamnya, sebagai bagian dari masyarakat sipil LSM atau Lembaga Swadaya
Masyarakat sangat diperlukan sekarang untuk dapat memupuk perubahan yang
banyak.
Jurnal
ini menyampaikan secara teoritis asumsi bahwa LSM akan berfungsi sebagai agen
modernisasi, dan mempertimbangkan beberapa isu peran LSM sebagai bagian dari
reformasi administrasi dan proses modernisasi. Dan pada jurnal ini berisi
beberapa catatan mengenai masa depan pengembangan kerangka hukum dan keperluan
untuk hubungan antar lembaga-lembaga administrasi publik serta lembaga-lembaga
swadaya masayarakat yang terlibat dalam proses modernisasi.
Review
ini akan membahas tentang beberapa aspek yang ada pada jurnal ini yaitu aspek
pendekatan sejarah dan pengalaman yang terjadi pada Rumania dalam hal peran LSM
(Lembaga Swadaya Masayarakat), serta aspek peran LSM di mata hukum. Berdasarkan
pendekatan sejarah perkembangan masyarakat sipil setelah jatuhnya rezim
komunisme sangat berkembang dengan pesat melalui LSM mereka mampu membantu
pemerintah dengan sebagai promotor good govenance dan akses ke jaringan Uni
Eropa tetapi sebelum itu terdapat hubungan yang sangat baik antara pemerintahan
dan masyarakat ditandai diberinya kesempatan oleh pemerintah kepada masyarakat
dengan kerangka politik yang demokratisasi, sehingga masyarakat terlibat di
dalam pembangunan seperti partai, sedangkan sebelum rezim komunisme turun
masyarakat membuat organisasi tanpa payung hukum yang jelas dari lembaga
legislatif. Untuk aspek hukum bagi LSM jurnal ini sedikit menyinggung kerangka
hukum bagi LSM dari mulai kriteria tugas-tugas yang dilaksanakan dan pendanaan
LSM tersebut yang tercantum dalam OG 68/2003, OG 34/2006, Hukum 350/2005.
2. Pembahasan
Dalam
jurnal ini melihat aspek pendekatan sejarah dan pengalaman yang terjadi di Negara
Rumania mengenai peran serta masyarakat sipil, sebelum jatuhnya komunisme
masyarakat membentuk organisasi dengan beragam aktivitas tetapi tidak diakui
oleh negara karena dengan sistem pemerintahan mereka yang dipimpin oleh Nicoleo
Ceauseschu seorang pimpinan partai komunis, sehingga masyarakat berorganisasi
tetapi tidak memiliki payung hukum yang jelas. Tetapi pasca jatuhnya rezim
komunisme yang ada di Rumania antara pemerintah dan warga negara secara
bertahap diubah caranya adalah dengan mereformasi tata pemerintahan. Di Rumania
kepentingan mengembangkan hubungan antara pemerintah dan sektor non
pemerintahan meningkat lumayan dalam 2 dekade terakhir, pengembangan LSM dengan
adanya kerangka politik yang demokratis dan visi politik yang jelas.
Tahap
pengembangan untuk LSM di Rumania :
1. Tahap pertama dari pengembangan LSM
ini ditandai dengan demokratis diwujudkan sebagai ekspresi dari kebebasan beresrikat
seperti banyaknya demonstrasi di jalanan dan berbagai protes dari masyarakat
hal ini terjadi karena saat itu LSM berada di posisi anti komunisme
2. Priode berikutnya pengembangan sektor
LSM berada di sektor sebagai oposisi pemerintahan, LSM mendapat berbagai
bantuan dari pihak asing sebagai bagian promosi untuk demokrasi hal ini lah
menyebabkan ketegangan dengan pemerintah
dan kurangnya dialog antara pemerintah dan LSM. Pada akhirnya partai oposisi
yaitu partai Demokrat Rumania memenangkan pemilu pada tahun 1996 dan ia membuat
kebijakan Vasile Radu, program
kebijakan ini membuat Rumania terhubunga dengan Uni Eropa .
Sejak tahun 2004 dana internasional yang
mengalir di Rumania di cabut sehingga menghasilkan keprihatinan yang mendalam
pada sektor LSM. Hal ini membuat pemerintahan harus membuat kebijakan untuk
memastikan akses dana pribadi ke publik untuk mendukung LSM dan masalah ini
dicantumkan dalam program Tariceanu yang diterbitkan dalam Gazzete tahun 2004.
Masyarakat sipil selalu berusaha
membantu unsur-unsur pemerintahan melalui perwakilannya seperti membantu dalam
bidang penguatan partisipatif demokrasi, mendukung ekonomi sosial, mendukung
bantuan-bantuan dan desentralisasi pelayanan publik untuk kepentingan umum,
memprioritaskan kebijakan pendidikan dan pembangunan berkelanjutan serta
mengadopsi undang-undang koheren dalam hal pembiayaan sektor publik hal
tersebutlah peran dimana LSM di anggap sebagai agen modernisasi administrasi
publik lebih khususnya dalam hal proses pengambilan keputusan publik.
Rumania memiliki
seperangkat cukup baik peraturan administrasi untuk mengakses informasi publik
dan transparansi pengambilan keputusan publik yang telah memungkinkan LSM untuk
mengembangkan fungsi penting sebagai pengawas pemerintah di tingkat lokal
maupun pusat dan menjamin akses warga negara untuk pengambilan
keputusan. Ketentuan ini memungkinkan organisasi untuk terlibat dengan
Dewan lokal dan mengatur konsultasi publik dalam rangka meningkatkan keputusan
yang diambil oleh otoritas publik lokal yang lebih sesuai dengan keprihatinan
dan kepentingan warga negara. Sementara lingkungan politik secara
keseluruhan dan kerjasama dengan pemerintah memburuk, LSM menempatkan usaha
yang signifikan dalam lobi dan advokasi inisiatif pada tahun 2011.
Program yang akan dilaksanankan
oleh LSM biasanya ini akan mendukung proyek-proyek besar, menengah dan kecil
dalam lima bidang prioritas sebagai berikut:
1. Keterlibatan warga negara: partisipasi dalam
pengambilan keputusan dan keterlibatan masyarakat, relawan, mendorong
nilai-nilai demokrasi (mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia,
supremasi hukum dan reformasi peradilan, pemerintahan yang baik, transparansi
dan anti korupsi dll);
2. Keadilan sosial: pengembangan masyarakat antar-etnis pedesaan
dan memerangi kesenjangan sosial, kemiskinan, pengucilan kelompok marjinal
seperti Roma, serta mempromosikan kesetaraan gender dan melawan kekerasan
berbasis gender;
3. Pembangunan berkelanjutan termasuk keanekaragaman
hayati dan perlindungan lingkungan, ekowisata, peningkatan kesadaran
lingkungan, pendidikan, partisipasi masyarakat;
4. Kesejahteraan dan pelayanan dasar bagi kelompok yang
paling rentan dalam masyarakat seperti anak-anak dan remaja yang berisiko,
cacat, penduduk Roma dan korban kekerasan dalam rumah tangga;
5. Pengembangan kapasitas LSM melalui dukungan untuk
koalisi dan jaringan LSM di tingkat regional dan nasional, kontribusi terhadap
lingkungan yang memungkinkan bagi LSM dan memperkuat representasi sektor.
LSM
lingkungan juga memiliki peran besar untuk bermain dalam menerapkan strategi
pembangunan berkelanjutan dari Rumania, tanpa fokus khusus mereka. Sejak
tahun 1990, jumlah LSM lingkungan telah terus-menerus berkembang. Ini juga
merupakan sektor yang menguntungkan dari jumlah tertinggi relawan.
Selain itu dalam jurnal ini juga
membahas aspek hukum dalam penerapan di negara Rumania khususnya payung hukum
atau kerangka hukum dan kelembagaan LSM dan kolaborasi mereka dengan
pemerintahan tersebut, istilah LSM di negara-negara internasional termasuk
Rumania juga di kenal dengan nama NGO, NGO di definisikan oleh Bank Dunia
sebagai “organisasi-organisai swasta yang mengejar kegiatan untuk meringankan
penderitaan, memajukan kepentingan kaum miskin, melindungi lingkungan,
memberikan pelayanan sosial dasar atau melakukan pengembangan masyarakat”.
Sektor LSM Rumania
cukup dinamis, dengan tingkat pendaftaran terus tinggi dan peningkatan
organisasi. 87% dari LSM terdaftar dan berfungsi di daerah
perkotaan. LSM di Rumania telah melakukan diversifikasi pendanaan mereka selama
10 tahun terakhir. Rata-rata dana yang berasal dari
sumbangan. Peningkatan dana berasal dari iuran anggota, sponsor, publik
dan, khususnya, dana yang berasal dari kegiatan ekonomi yang secara simpanan
atau modal dari anggota. LSM benar-benar independen karena untuk sumber daya
keuangan dari sektor non-pemerintah dari pemerintah masih belum terlalu ada. Sumber-sumber
keuangan 2/3 dari LSM yang rendah dan sangat rendah, yang membatasi kapasitas
tindakan mereka.
Sebagian besar
organisasi non-pemerintah (90%) bekerja dengan relawan. Mayoritas LSM,
bagaimanapun, tidak memiliki strategi khusus untuk perekrutan dan pelatihan
relawan. Relawan tetap sangat populer di kalangan pemuda. Terdapat
beberapa aturan utama dalam pengaturan dana pemerintahan langsung kepada LSM di
Rumania yaitu :
1. O.G. no. 68/2003
tentang pelayanan sosial yang berkaitan dengan pelayanan kontrak dan perjanjian
kemitraan.
2. Hukum 34 tahun
1998 tentang asosiasi dan yayasan yang menyediakan hibah untuk badan hukum
Rumania yang menetapkan dan mengelola unit bantuan sosial, menetapkan dana
bakti sosial pada biaya bulanan untuk ahli waris.
3. Hukum 350 tahun
2005 pada rezim hibah dari dana publik yang dialokasikan untuk kegiatan nirlaba
untuk kepentingan umum. Ini adalah kerangka hukum yang mempromosikan sebuah
prosedur yang berlaku untuk semua prosedur pembiayaan dari dana publik untuk
organisasi atau entitas nirlaba.
4. O.G. Nomor 34
tahun 2006 mengenai pemberian kontrak pengadaan fasilitas publik, kontrak
hak-hak pekerjaan umum.
Dari beberapa hal
diatas jelas sekali bahwa LSM sebagai agen modernisasi karena ia berpartisipasi
dalam pembangunan serta dalam proses pengambilan keputusan publik, ditandai dengan
beberapa tahun terakhir di Rumania LSM telah menunjukan minat pada partisipasi
dalam pengambilan keputusan kebijakan publik dengan berpartisipasi dalam
konsultasi publik dan memberikan saran pada debat-debat publik berkenaan dengan
tindakan normatif. Dalam prakteknya terdapat 2 jenis partisipasi pada LSM yang
pertama yaitu menginformasikan kepada publik tentang keputusan yang diambil
dengan tujuan untuk menghindari keluhan atau untuk memanipulasi opini publik
dan yang kedua adalah partisipasi yang terjadi ketika mereka terlibat dalam
keputusan kebijakan publik yaitu ketika pemerintah melibatkan mereka dalam
pelayanan kepada masyarakat.
3. Penutup
Beberapa hal diatas
jelas sekali bahwa kegiatan yang dilakukan oleh LSM sangat berperan sebagai
agen modernisasi dalam arti membantu pemerintah khususnya pemerintah Rumania
seperti membantu pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yaitu penguatan
partisipatif demokrasi, mendukung ekonomi sosial, mendukung bantuan-bantuan dan
desentralisasi pelayanan publik untuk kepentingan umum, memprioritaskan
kebijakan pendidikan dan pembangunan berkelanjutan.
LSM atau yang disebut juga dengan NGO di
Rumania lumayan meningkat, terdapat 87% berada di perkotaan dengan 90%
diantaranya pemuda dengan bekerja sebagai relawan, dan beberapa tahun terakhir LSM Rumania telah menunjukan minat pada partisipasi
dalam pengambilan keputusan kebijakan publik dengan berpartisipasi dalam konsultasi
publik dan memberikan saran pada debat-debat publik berkenaan dengan tindakan
normatif.
Dari pemahaman
tentang kegiatan yang dilakukan oleh LSM, pemerintah harus memastikan khususnya
pemerintah Rumania bahwa ada kerangka kerja yang koheren dan benar untuk
kegiatan untuk kepentingan umum. Lebih khusus kerangka kerja yang adil berarti
:
1.
Memastikan fungsi optimal undang-undang tentang transparansi UU 544 tahun 2001
dan 52 tahun 2003 yang seharusnya tidak ada pengecualian atau penyimpangan
dalam hal pelaksanaan konstitusional yang berkaitan dengan kebebasan
berekspresi dan mendorong kerangka hukum yang koheren untuk asosiasi
2. Memfasilitasi
akses ke informasi yang berkaitan dengan kebijakan anggaran LSM dan membangun
hukum dan mekanisme kelembagaan untuk mendukung akuntabilitas dan pertanggung
jawaban
3. Mendukung
dana publik yang terkait dengan partisipasi LSM dalam pemantauan proses
kebijakan di berbagai bidang;
4. Mendukung
pengembangan mekanisme untuk forum dialog sosial di mana organisasi disertakan.
Harus diingat bahwa di Rumania, perwakilan dari sektor LSM di CES yang masih
tertunda, meskipun organisasi Rumania berpartisipasi dalam CES Eropa 2007;
5. Mendorong
penggunaan konsultasi dan partisipasi mekanisme publik di tingkat pusat dan
daerah;
6. Meningkatkan
kapasitas perwakilan pemerintah untuk mengatur proses konsultatif. Kapasitas
ini peningkatannya dapat dicapai, tidak hanya melalui undang-undang, tetapi
juga melalui program pelatihan khusus;
7. Melibatkan
LSM dalam berbagai keputusan pengadilan, pemerintah dan kegiatan parlemen;
8. Mempromosikan
kegiatan pendidikan kewarganegaraan.
4.
Refrensi
Aruan, Koko. 2011.
LSM NPO dan Hubungan Bisnis Perdagangan. dari situshttp://lsmkupastumpas.blogspot.co.id/2011/06/lsm-npo
danhubungan-bisnis-perdagangan.html. Diakses pada tanggal 9 Januari 2016 pukul
06.23 WIB
Franklin, Benjamin.
2013. Revolusi Warna. Diakses dari situshttp://www.aliceswonderland.eu/Alice-colour_revolution-id.html. Pada tanggal 9 Januari 2016 pukul 07.12 WIB
Sinaga, Elvina
Chandra. 2011. Upaya Uni Eropa dalam Mempromosikan Integrasi Sosial Etnis Roma
di Rumania (2004-2010). Diakses dari situshttp://ojs.unud.ac.id/index.php/hi/article/download/12412/8572. Pada tanggal 9 Januari 2016 pukul 07.00 WIB
Nielsen,
Anders. 2014. NGO Programme 2009-2014. Diakses dari situshttp://www.ngonorway.org/countries/romania. Pada tanggal 7 Januari 2016 pukul 18.00 WIB
Matei, Ani. 2012. Non-Governmental
Organizations as Agents of Modernization: A Romanian Perspective. Diakses dari
situs http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2188516. Pada
tanggal 7 Januari 2016 pukul 5.25 WIB
Jumat, 22 Mei 2015
Hijab, #OkiSetianaDewi
*HIJAB*
Beberapa tahun belakangan ini di Indonesia sering sekali terdengar kata hijab, menjadi sedemikian popular kata hijab. Lalu apakah hijab itu sebenarnya ? hijab adalah penutup, hijab adalah penghalang, hijab adalah tabir. Dalam hijab kita mengenal adanya namanya jilbab sebuah pakaian longgar utk para wanita muslimah para wanita yang mengaku cinta kepada allah swt. Jilbab adalah sebuah pakaian longgar yang kemudian ditambahi dengan khimar atau kerudung utk menutupi aurat wanita muslimah yang sholehah.
Beberapa tahun belakangan ini di Indonesia sering sekali terdengar kata hijab, menjadi sedemikian popular kata hijab. Lalu apakah hijab itu sebenarnya ? hijab adalah penutup, hijab adalah penghalang, hijab adalah tabir. Dalam hijab kita mengenal adanya namanya jilbab sebuah pakaian longgar utk para wanita muslimah para wanita yang mengaku cinta kepada allah swt. Jilbab adalah sebuah pakaian longgar yang kemudian ditambahi dengan khimar atau kerudung utk menutupi aurat wanita muslimah yang sholehah.
Rabu, 10 September 2014
Perbedaan Administrasi dan Manajemen
Assalamualikum wr wb ,
Berbicara
mengenai manajemen dan administrasi sebagian orang , tetapi bukan hanya
sebagian sepertinya kebanyakan orang beranggapan atau berpendapat bahwa
keduanya adalah suatu hal yang sama, padahal apabila dicermati keduanya adalah
hal yang berbeda apalagi bagi orang yang mengambil konsentrasi pendidikannya
khusus untuk mendalami salah satu nya atau kedua nya.
Tentu
saja bagi kaum awam yang belum tahu apa perbedaan di antara mereka juga ingin
mengetahui apa sich bedanya, mungkin saya akan sedikit menjelaskannya untuk
kalian dan sebelum itu saya ingin memberitahukan pada dasarnya semuanya saya
ambil dari beberapa sumber yang ideal.